MELAYU
SEBAGAI LINGUA FRANCA
TRI ANUNG ANINDITA
Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang sangat
cantik karena dari barat ke timur berjajar pulau-pulau dengan komposisi dan
kotruksi yang indah, mulai dari Pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi,
pulau Nusa Tenggara, pulau Maluku dan Irian Jaya.
Di pulau-pulau tersebut berdiam
penduduk yang bervariasi bahasa daerahnya, suku bangsanya, seni budayanya, agama
kepercayaannya, adat istiadatnya, dan kebiasaannya. Bahkan bervariasi pula
flora dan faunanya yang indah, mulai dari anggrek kribo sampai dengan beringin
putih atau mulai dari burung cendrawasih sampai dengan badak bercula serta
komodo yang tidak dijumpai di manapun di muka bumi ini selai Indonesia. Itulah
sebabnya Kepulauan Nusantara ini disebut juga bagaikan ratna mutu manikam.
Keberagaman
yang ada di Indonesia tidaklah membuat orang-orang didalamnya terpecah-pecah,
melainkan mereka bersatu dalam semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”. Akibat
jajahan kaum Kolonialis dan Imperialis itulah muncul rasa senasib
sepenanggungan rakyat Indonesia. Setelahnya mereka bersatu melawan penjajah
atas nama bangsa Indonesia. Bercokolnya Belanda di Indonesia selama ratusan
tahun membuktikan bahwa hanya persatuan seluruh bangsa Indonesialah yang dapat
menentang mereka. Salah satu unsur yang harus disatukan adalah bahasa. Daerah
Indonesia terpecah menjadi beratus-ratus kesatuan geografi dan kebudayaan yang
masing-masing mempunyai bahasanya sendiri. Tentunya berbahaya sekali membangun
sebuah negara tanpa menyepakati sebuah bahasa persatuan. Tanpa adanya bahasa
persatuan, Indonesia hanyalah bagaikan sobekan-sobekan kertas yang direkatkan,
bukan sehelai kertas yang benar-benar utuh.
Pada tahun 1908 kaum intelektual Indonesia dengan segala
cara dan upaya berusaha mendirikan organisasi-organisasi untuk mempengaruhi
rakyat agar mereka bangkit dan maju serta sadar bahwa dengan mereka menggunakan
bahasa Belanda, persatuan dan cita-cita bangsa tidak akan pernah dicapai.
Karena dengan mereka menggunakan bahasa Belanda, mereka tidak akan pernah dapat
berhubungan dengan seluruh rakyat di berbagai pelosok sebab bahasa Belanda
hanya digunakan oleh sebagian kecil rakyat Indonesia. Oleh sebab itu, untuk
mewujudkan suatu tenaga yang besar dalam menentang kekuasaan penjajah maka
dengan sendirinya mereka mencari suatu bahasa yang dapat dipahami oleh seluruh
bangsa Indonesia. Hal itulah yang menjadi sebab mengapa para pelopor
kemerdekaan kita sepakat untuk memiliki satu bahasa persatuan.
Namun, bahasa apakah yang dipilih menjadi bahasa
persatuan tersebut dan apa sebabnya ? Bahasa yang kemudian dijadikan sebagai bahasa persatuan
adalah bahasa Melayu Riau. Hal ini tentulah didasarkan oleh beberapa faktor dan
alasan tertentu. Bahasa Melayu sejak zaman dahulu telah menjadi lingua franca di seluruh
kepulauan Indonesia. Partai-partai rakyat terbesar, seperti Sarikat Islam,
sudah sejak semula memakai bahasa Melayu, bukan bahasa Belanda. Budi
Utomo pada awalnya merupakan sebuah organisasi yang bersifat kejawaan. Akan
tetapi, sebagai gerakan yang menyadari nilai-nilai diri bangsa Indonesia, ia
menggunakan bahasa Melayu dalam kebanyakan publikasinya supaya terjangkau pula
oleh suku-suku lainnya. Demikian
juga surat kabar dan majalah Indonesia telah memakai bahasa Melayu sejak dari
mulai lahirnya pada abad ke-19. Bahasa Melayu pun dipakai oleh sekalian bangsa-bangsa
dalam pergaulannya bersama; orang Melayu dengan orang
Jawa, orang Arab dengan orang Tionghoa, orang Bugis dengan orang Makasar, orang
Bali dengan orang Dayak (Alisjahbana, 1988: 24). Bahasa Melayu dianggap sebagai
bahasa yang paling dihormati di antara bahasa-bahasa negeri timur karena pada
abad ke-16 bahasa Melayu dipakai oleh raja-raja di daerah Maluku, khususnya
ketika mereka mengirim surat kepada raja Portugis. Di zaman Sriwijaya dan zaman
kebesaran kota Malaka pun, ketika daerah tersebut menjadi daerah tujuan transit
bangsa-bangsa lain, bahasa Melayu ikut mengalami perluasan penyebaran karena
dianggap sebagai bahasa perhubungan.
Selain itu, bahasa Melayu juga memiliki struktur yang
sangat mudah dipahami dibandingkan dengan bahasa-bahasa
lain, seperti bahasa Jawa. Dalam bahasa Melayu tidak terdapat
tingkatan-tingkatan seperti pada bahasa Jawa, yang kata-katanya sering
berbeda-beda bergantung pada usia, pangkat, dan kedudukan dalam masyarakat dari
orang yang dihadapi, sehingga apabila orang asing hendak mempelajari bahasa
itu, ia mau tidak mau harus mempelajari lebih dari satu bahasa. Hal itu jugalah
yang menunjukkan bahwa pada bahasa Jawa tersebut terdapat unsur kefeodalan
dalam masyarakat yang tentunya sangat bertentangan dengan ciri persamaan
derajat di dalam perjuangan kemerdekaan bangsa. Oleh sebab itu, yang kini
menjadi bahasa persatuan Indonesia bukanlah bahasa Jawa, melainkan bahasa
Melayu Riau yang sekiranya hanya dipakai oleh penduduk Kepulauan Riau-Lingga
dan penduduk pantai-pantai di seberang Sumatera. Namun, justru atas dasar
pertimbangan itulah jika dipilih bahasa Jawa sebagai bahasa persatuan maka akan
dirasakan sebagai pengistimewaan yang berlebihan atau sebagai upaya
pengambilalihan yang malah akan memicu terjadinya gerakan separatisme di negari
ini (Prentice, 1978: 19 dalam Kridalaksana, 1991: 195). Demikianlah beberapa
faktor yang menjadi dasar pertimbangan mengapa bahasa Melayu ditetapkan sebagai
bahasa persatuan di Indonesia.
Kemudian, datangnya semangat baru penduduk Nusantara yang berabad-abad
terpecah belah dan tercerai-berai ini mendapat sebuah nama untuk melukiskan
perasaan persatuan yang berkobar dalam kalbunya. Akibatnya, pada tanggal 28
Oktober 1928 dicetuskanlah Kongres Pemuda di Jakarta sebagai wujud dari rasa
kebangsaan dan nasionalisme tanah air. Bahasa Melayu yang ditetapkan sebagai
bahasa persatuan kemudian diubah namanya menjadi bahasa Indonesia oleh M.
Tabrani sebagai simbol perasaan persatuan dari keinginan bersatu tersebut. Oleh
karena itu, sampai saat ini bangsa Indonesia menggunakan bahasa Indonesia
sebagai alat pemersatu yang juga berfungsi sebagai alat komunikasi, penyebaran
ilmu pengetahuan, dan alat pengidentifikasian diri.