Selama ini yang kita ketahui, Negara kita, Indonesia, dijajah oleh
Negara Belanda, dalam kurun waktu, selama 350 tahun. Namun, apakah benar
selama itu Indonesia dijajah oleh Belanda?
Kebenaran Suatu Sejarah
Akhir-akhir ini, sejarah Indonesia yang diragukan kebenarannya, sudah
banyak dibahas dan diceritakan kembali dengan versi yang berbeda.
Setelah tumbangnya era/rezim Soeharto, sebut saja seperti misalnya
sejarah tentang G-30 september, supersemar, serangan umum satu maret,
dan banyak lagi dari sejarah Indonesia, telah diteliti, ditulis,
diterbitkan kembali dengan “alur cerita” yang berbeda pula.
Sudah menjadi rahasia “umum” kebenaran suatu sejarah seringkali
dipergunakan oleh kekuatan atau rezim yang berkuasa untuk kepentingan
tertentu dan akhirnya dapat “disalahgunakan”. Adakalanya memang
pemanfaatan itu ditujukan untuk kepentingan baik bersama, suatu
kelompok, organisasi, atau bahkan suatu perjuangan (pada waktu itu),
tetapi kalau setelahnya kebenaran sejarah itu coba diteliti kembali
adalah merupakan upaya sederhana untuk meluruskan sejarah demi
perkembangan ilmu pendidikan dan informasi.
Penulis sendiri bukanlah seorang mahasiswa/dosen sejarah ataupun
seorang sejarahwan. Penulis seperti banyak dari pembaca umumnya, pernah
memang belajar sejarah semenjak duduk di sekolah dasar di Indonesia.
Dalam hal ini, penulis sendiri lebih suka menamakan dirinya sebagai
peselancar di dunia maya yang suka berimajinasi bebas. Hal ini juga bisa
pembaca simpulkan sendiri nantinya dari hasil membaca/menelusuri
tulisan ini selanjutnya.
Tulisan sederhana ini adalah rangkaian kumpulan informasi yang
diperoleh dari berbagai sumber di internet, dibarengi dengan
imaginasi/khayalan penulis sendiri, jadi bukanlah suatu studi tentang
sejarah ataupun penelitian detail dan mendalam, tentang suatu dokumen
sejarah. Anggap saja tulisan yang disajikan selanjutnya adalah merupakan
wacana awal (stimulasi) untuk membangun suatu cerita utuh akan
kebenaran sepenggal suatu sejarah.
Walaupun begitu, penulis sendiri yakin, bahwa informasi yang penulis
dapatkan di internet dan disajikan nantinya disini, adalah informasi
yang dapat dipertanggung-jawabkan kebenarannya.
Untuk selanjutnya, penulis berusaha mengajak teman/kawan/pembaca agar
lebih jernih kembali melihat apakah yang dimaksudkan dengan
imperialisme (penjajahan) itu, dan bagaimana prakteknya baik dulu maupun
sekarang ini di dunia yang super modern ini. Penulis juga mengajak
untuk lebih teliti dalam membaca (penggalan) informasi dan (penggalan)
sejarah dan mengajak untuk tidak cepat menelan bulat-bulat suatu
pidato/ceramah dari mana saja, terutama dari pemerintah (baca : lebih
kritis).
350 Tahun Penjajahan Belanda
Penjajahan (imperialisme) adalah kebijakan memperluas kontrol atau
kekuasaan terhadap suatu wilayah/badan/negara/kerajaan asing (yang
terjajah), sebagai alat akuisisi dan/atau pemeliharaan oleh kerajaaan,
atau suatu negara (superior/penjajah), baik secara langsung melalui
penaklukan teritorial, atau tidak langsung melalui metode pelaksanaan
kontrol di bidang politik dan/atau perekonomian suatu
kerajaan/negara/pemerintah.
Sejarah yang pernah kita terima dulu di sekolah mengatakan jelas,
bahwa negara Indonesia (Nusantara) dijajah oleh negara Belanda selama
350 tahun. Kalau mengurut dari tahun kemerdekaan RI, 1945, maka artinya
negara Belanda telah menjajah negara Indonesia sejak tahun 1595 (1945
dikurangi 350).
Untuk menjawab apakah benar sejarah yang mengatakan selama itu negara
Indonesia dijajah oleh negara Belanda, ada baiknya, kita intip-intip
perjalanan sejarah ke belakang, kira-kira, apakah yang terjadi di tahun
itu (sebelum, sesaat dan sesudahnya), baik di Belanda sendiri maupun di
Indonesia. Secara singkat dan ringkasnya akan disampaikan berikut ini.
Periode (Sebelum) VOC
Republik Tujuh Negara Bagian Nederlanden (Periode 1588-1795)
Belanda sendiri sebelumnya adalah bagian dari Kerajaan Spanyol, atau
disebut dengan wilayah Habsburgse Nederlanden yang terdiri dari 17
provinsi yang berpusat di Brussel, dan dikoordinasi oleh seorang
staten-general (semacam gubernur jendral). Setiap provinsi sendiri
dipimpin oleh seorang gubernur (staat houder), walau ada beberapa
provinsi dipimpin oleh satu orang gubernur.
Latar belakang pembentukan Republik tujuh negara bagian Nederlanden
(selanjutnya disebut Republik Belanda) ini sendiri adalah disebabkan
terjadinya perang 80 tahun (1568-1648), antara Kerajaan Spanyol (Filips
II), dan tujuh provinsi, dari 17 provinsi wilayah Habsburgse Nederlanden
yang ingin memisahkan diri dari kerajaan Spanyol. Perjuangan ini
dipimpin dan dimotori oleh Willem van Oranje, gubernur dari provinsi
Holland, Zeeland, dan Utrecht.
Perang itu sendiri terjadi, karena gubernur jendral kerajaan Spanyol,
Fernando Alvarez de Toledo, memberlakukan sistem perpajakan (Tiende
Penning) yang sangat memberatkan ke-17 provinsi dibawah kuasanya. Tujuh
dari ke-17 provinsinya merasa tidak senang akan pemberlakuan
kebijaksanaan ini, dan memutuskan untuk memberontak yang diikuti dengan
aksi perang memisahkan diri. Walau perang ini sendiri berlangsung 80
tahun lamanya, tetapi hubungan diplomatik antara pihak bertikai terputus
selama 12 tahun setelahnya.
Setelahnya perang usai (80 tahun), sejarah Eropa juga mencatat, bahwa
sepanjang perjalanan Republik Belanda ini berdiri, Republik ini masih
beperang dengan beberapa negara (daerah) tetangganya, seperti data
dibawah ini :
1. Inggris : 1652-1654; 1665-1667
2. Perancis : 1672-1678; Inggris, Munster, dan Koln : 1672-1674
3. Perancis : 1688-1697
4. Spanyol : 1701-1714
5. Austria : 1740-1748
6. Inggris : 1780-1784
Sementara itu, di abad 15-16, perdagangan rempah-rempah di Eropa
sangat dikuasai oleh bangsa Portugis dan Spanyol (bersatu). Republik
Belanda yang berperang dengan Spanyol harus mencari dan menghidupi
sendiri kebutuhannya akan rempah-rempah itu.
Akhirnya, ketiga pedagang Belanda, Jan Huyghen van Linschoten dan
Cornelis de Houtman, menemukan “jalur rahasia” pelayaran Portugis, yang
membawa pelayaran pertama Cornelis de Houtman ke Banten, pelabuhan utama
di Jawa pada tahun 1595-1597.
Pada tahun 1596 empat kapal ekspedisi dipimpin oleh Cornelis de
Houtman, berlayar menuju kepulauan Nusantara (Indonesia), dan merupakan
kontak pertama Indonesia dengan Belanda. Ekspedisi ini mencapai Banten,
pelabuhan lada utama di Jawa Barat, disini mereka terlibat dalam
perseteruan dengan orang Portugis dan penduduk lokal.
Houtman berlayar lagi ke arah timur melalui pantai utara Jawa. Mereka
sempat diserang oleh penduduk lokal di Sedayu, berakibat pada
kehilangan 12 orang awak kapal. Mereka juga terlibat perseteruan dengan
penduduk lokal di Madura menyebabkan terbunuhnya seorang pimpinan lokal.
Setelah kehilangan separuh awak kapal maka pada tahun 1597, barulah
mereka memutuskan untuk kembali ke Republik Belanda namun rempah-rempah
yang dibawa cukup untuk menghasilkan keuntungan.
VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie), 1602-1798
Apakah VOC ini? Sejarah jelas mencatat, bahwa VOC adalah suatu
perusahaan dagang. Walaupun banyak memiliki hak istimewa dari pemerintah
Republik Belanda pada saat itu, VOC bukanlah suatu negara ataupun
pemerintah.
VOC itu sendiri baru dibentuk pada tanggal 20 maret 1602. Alasan
pembentukan perusahaan ini murni, karena persaingan perdagangan dengan
perusahaan lain dari negara negara lain, baik dari negara yang sedang
bertikai/perang, ataupun tidak. Sebut saja, seperti contohnya perusahaan
The Britisch East India Company yang didirikan tahun 31 Desember 1600,
berpusat di Kalkuta, India.
VOC adalah perusahaan multinasional pertama di dunia. VOC juga adalah
perusahaan pertama di dunia, yang mengeluarkan saham/stock. VOC disebut
sebagai perusahaan multinasional, karena VOC sendiri adalah gabungan
dari ke-12 perusahaan nasional yang telah berdiri sebelumnya di Republik
Belanda pada saat itu, yaitu : Compagnie van Verre, de Nieuwe
Compagnie, de Oude Compagnie, de Nieuwe Brabantse Compagnie, de
Verenigde Compagnie Amsterdam, de Magelaanse Compagnie, de Rotterdamse
Compagnie, de Compagnie van De Moucheron, de Delftse Vennootschap, de
Veerse Compagnie, de Middelburgse Compagnie en de Verenigde Zeeuwse
Compagnie.
Ke-12 perusahaan itu adalah perusahaan perdagangan pelayaran yang
saling bersaing satu sama lainnya. Mengingat situasi di Republik Belanda
yang sulit pada masa itu karena selain berperang melawan Spanyol, dan
juga adanya persaingan perdagangan dari negara/kerajaan lainnya, maka
diadakanlah pertemuan para seluruh pedagang/pemegang saham/pemilik ke-12
perusahaan di atas, untuk menyatukan ide dalam pembentukan satu
perusahaan multinasional, yaitu VOC.
VOC bisa besar dan jaya begitu, memang bukan tanpa-dukungan
pemerintahnya sendiri pada waktu itu (anyway, semua perusahaan sekarang
ini di dunia ini juga, mendapat dukungan dari pemerintahnya sendiri,
tolong cmiiw). Bagaimanakah bentuk dukungan pemerintah Republik pada
waktu itu, yang dituangkan dalam Octrooi (piagam Charta), seperti
misalnya :
1. Hak monopoli berdagang selama 21 tahun
Pada waktu itu, manusia belum mengenal istilah UU-anti monopoli
ataupun UU-anti kartel. Di era yang super modern begini saja, manusia
masih melakukan praktek semacam monopoli begini, lihat saja seperti
misalnya kartel minyak OPEC, atau monopoli perusahaan negara dengan
alasan kepentingan khalayak/rakyat banyak, dsb.
2. Hak memiliki serdadu/prajurit
Hal ini wajar saja, selain karena alasan keselamatan dalam pelayaran
terhadap para perompak laut, juga karena memang waktu itu situasi di
Eropa dalam berperang dan bergejolak. Setiap kapal yang berlayar
dilengkapi dengan perlengkapan perang dan serdadu untuk menjaga
kemungkinan perang, apabila bertemu dengan kapal dari negara yang sedang
lagi bertikai misalnya.
Di era yang super modern ini, juga sering kita temukan perusahaan
menggunakan serdadu yang dilengkapai alat perang untuk mengamankan
“daerah” usahanya. Untuk ini, cobalah pembaca bandingkan sendiri dengan
Freeport misalnya, yang “memiliki” serdadu sewaan baik dari POLRI maupun
ABRI.
3. Hak menyatakan perang
VOC atas nama Gubernur Jendral, bisa mengumumkan/melaksanakan perang,
membangun benteng pertahanan yang awalnya memang dilatarbelakangi murni
karena situasi pada saat itu yang lagi berperang atau bertikai dengan
bangsa Spanyol-Portugis. Itu kenapa di Indonesia banyak sekali
peninggalan sejarah benteng-benteng pertahanan VOC yang dilengkapi
meriam.
Di era sekarang ini, perusahaan multinational bisa melakukan hal yang
sama walau caranya agak berbeda tentunya. Suatu perusahaan
multinational dapat mempengaruhi pemerintahnya sendiri, untuk “menekan”
pemerintah lain ditempat usahanya.
Lalu coba lihat seperti apa pagar pengaman perusahaan multinasional
asing yang ada di Indonesia, walau tanpa meriam, tembok besar, tinggi,
dan disertai kawat-kawat berduri, bahkan lebih “seram” dari benteng
peninggalan sejarah VOC itu sendiri.
Tahun 1603, VOC baru memperoleh izin di Banten untuk mendirikin
usahanya di kepulauan Nusantara. Di tahun 1605, bekerjasama dengan
penduduk HITU (Maluku) mengusir bangsa Portugis dari Maluku. Penduduk
HITU pada waktu itu tidak menyenangi bangsa Portugis. Atas kerjasama
ini, VOC mendapatkan izinnya untuk mengadakan perdagangan monopoli
cengkeh di daerah Maluku.
Dalam perjalanannya VOC di kepulauan Nusantara, VOC berusaha
berdagang dan mengadakan perjanjian perdagangan dengan
kerajaan-kerajaaan lokal di Nusantara, tentunya disertai persaingan
dengan bangsa bangsa Eropa lainnya yang ada di Nusantara, seperti :
Portugis, Inggris, dan Spanyol, bahkan juga pedagang China.
Persaingan dagang antar bangsa Eropa di Nusantara juga disertai
perang satu sama lainnya. Mereka berkomplot/beraliansi dengan kerajaan
lokal (Nusantara), mengadakan permusuhan dan pertikaian satu sama
lainnya.
Kepulauan Nusantara sendiri baik sebelum dan awal masuknya VOC (dan
setelahnya), terdiri dari kerajaan-kerajaan yang terpecah-pecah, tidak
bersatu, dan saling bersaing (berperang) satu sama lainnya. Setelah era
kejayaan kerajaan Majapahit, kepulauan Nusantara (mulai dari kerajaan
Atjeh di pulau Sumatera, sampai ke Timur kerajaan Flores, Ternate, dan
Tidore) terdiri dari kerajaan-kerajaan kecil yang berkuasa dan
terpecah-belah.
Kerajaan-kerajaan yang terpecah-pecah ini bukanlah hasil politik dan
kebijakan VOC dalam menjalankan usaha dagangnya di Nusantara, atau
bahkan bukan pula hasil dari politik divide et impera yang tersohor itu.
Bahkan kerajaan lokal (Nusantara) sendiri juga memanfaatkan kekuatan
asing (bangsa Eropa), dalam mengusir pedagang asing di daerahnya, atau
bahkan untuk tujuan memperluas daerah kerajaannya sendiri.
Sebagai perusahaan dagang yang dimiliki pemilik modal, VOC sendiri
pertama kalinya baru membagikan dividennya di tahun 1610-1611. VOC
mengalami kebangkrutan pada 17 maret 1798, akibat banyak penyakit
korupsi di tubuhnya.
Sebelumnya di tahun 1795, setelah Revolusi di Perancis, Napoleon
bersama tentaranya, memasuki dan menduduki Republik Belanda itu sendiri,
yang berarti Republik Belanda, berada dibawah kekuasaan Perancis.
Periode Setelah VOC
Pendudukan Perancis, 1795-1815
Pada periode ini Republik Belanda sendiri mengalami beberapa kali
perubahan nama dan pemerintahan; pada periode tahun 1795-1801, Republik
Belanda berubah menjadi Republik Batavia, dibawah pengaruh kekuasaan
Perancis (de facto); lalu pada periode 1801-1806 berubah menjadi Bataafs
Gemenebest, kota/daerah koloni Republik Perancis (de facto dan de
jure); setelah itu pada periode 1806-1810 menjadi kerajaan Holland,
masih dibawah pendudukan/kekuasaan Perancis.
Pada periode ini kepala pemerintahan sendiri adalah seorang raja yang
diangkat Napoleon, yaitu Lodewijk Napoleon Banaparte (adik kandung
Napoleon sendiri); akhirnya pada periode 1810-1815, wilayah Republik
Belanda sendiri adalah bagian wilayah kekaisaran Perancis.
Pada saat VOC bangkrut, 1798, kerajaan Belanda yang waktu itu sudah
berubah menjadi Republik Batavia mengambil alih (menasionalisasi)
perusahaan ini. Sejak saat itu, semua hutang dan aset VOC menjadi
tanggung jawab pemerintah Republik Batavia.
Artinya juga adalah semua harta kekayaan yang ada di Nusantara adalah
menjadi milik Republik Batavia, berhubung Republik Batavia pada saat
itu akhirnya berada dibawah kekuasaan Perancis, artinya semua harta yang
dimiliki di Nusantara juga dibawah penguasaan Perancis. Dari awal tahun
1800 inilah dikenal dengan istilah Nederlands-Indië, sebutan buat
koloni Republik Batavia (Belanda) di kepulauan Nusantara.
Di tahun 1811, Inggris (yang waktu itu perang melawan Perancis),
mengalahkan kekuatan Republik Batavia (bagian dari Kekaisaran Perancis)
di kepulauan Nusantara, dan mengambil alih penguasaan harta dan kekayaan
yang dimiliki Republik Batavia di Nusantara, serta menunjuk Thomas
Raflles menjadi gubernur jendralnya, 1811-1816.
Baru setelah Perancis kalah perang (1814) dari Inggris, sesuai dengan
perjanjian kongres Vienna (1815), Perancis menyerahkan kedaulatan
wilayah Belanda kembali ke orang Belanda sendiri. Sesuai dengan hasil
kongres Vienna itu, Republik Batavia pun dirubah bentuk menjadi bentuk
Kerajaan Belanda (United Kingdom of the Nederlands) yang beranggotakan
beberapa negara dan wilayah otonomi, seperti Kerajaan Belanda sekarang
ini, Belgia yang sekarang ini (sampai tahun 1830), dan sebagaian wilayah
Luxemburg yang sekarang ini (atau sering kita kenal dengan istilah
BeNeLux).
Harta di kepulauan Nusantara yang tadinya dimiliki dan dikuasai oleh
Inggris, juga diserahkan dari Inggris ke United Kingdom of the
Nederlands, tahun 1816. Kembalinya harta dan kekayaan ini diikuti dengan
pengiriman kekuatan militer besar besaran pada periode 1816-1820 dari
United Kingdom of the Nederlands, ke kepulauan Nusantara.
Cultuurstelsel, 1825
Setelah mengalami perang dan revolusi, kerajaan United Kingdom of the
Nederlands membutuhkan dana yang besar untuk membangun kembali wilayah,
pemerintahan, ekonominya yang telah hancur. Oleh karena itu, gubernur
jendral yang pada waktu itu, memerintah kepulauan Nusantara
(Nederlands-Indië), Johannes van den Bosch mengusulkan suatu ide untuk
“menguras” Jawa jadi mesin pencipta duit/uang (keuntungan), usulnya
inilah dituang dalam Cultuurstelsel.
Petani Jawa dipaksa untuk menanam tanaman gula, kopi, dan nila di
daerah 1/5 dari tanah miliknya. Petani memang mendapatkan upah buruh
tani dari hasil tanamannya, dan bukan berbentuk keuntungan dari hasil
penjualan produk pertaniannya. Tentunya upah buruh yang diperoleh
petani, sangatlah kecil bila dibandingkan dengan sistem bagi hasil
keuntungan.
Pemerintah kerajaan Belanda pada saat itu setuju, dan mendukung
program ini (cultuurstelsel), serta menstimulasi pegawai pegawainya
(ambtenaren) juga bupati pribumi (inheemse regenten), dengan memberikan
persentase keuntungan penjualan produk-produk pertanian yang kebetulan
pada waktu itu, adalah produk primadona dalam kegiatan export-import
perdagangan.
Perbandingan yang sangat mencolok antara pemberian upah buruh kepada
pekerja (sekalian pemilik lahan), dengan persentase pembagian hasil
keuntungan kepada pegawai pemerintah dan bupati pribumi tentunya,
menimbulkan perasaan rasa sakit hati, cemburu, dan berujung kemarahan
ataupun pemberontakan. Sehingga dapat dimengerti, kalau selanjutnya
dalam perjalanan sejarah akan timbul perlawanan dari rakyat pada saat
itu (akibat ketidakadilan).
Penutup dan Kesimpulan
Penulis tidak berusaha membahas apakah VOC adalah penjajah atau
tidak? Dicatat dalam sumber sejarah, bahwa VOC adalah suatu perusahaan
perdagangan yang dimiliki oleh para pemegang saham, beroperasi dan
menjalankan usahanya secara monopoli. Didalam etika bisnis dijaman
sekarang ini, tindakan monopoli adalah tindakan yang SALAH dan sangat
“diharamkan”.
Kalaupun dalam praktik dagangnya, VOC banyak melanggar nilai-nilai
kemanusiaan, penulis juga tidak berusaha membantah ini. Kalaupun bentuk
aliansi dengan kerajaan-kerajaan lokal di kepulauan Nusantara untuk
menaklukan dan menjajah kerajaan lokal lainnya dapat menyimpulkan, bahwa
VOC adalah penjajah, penulis juga tidak berusaha menentang teori ini,
silahkan pembaca menyimpulkan sendiri apakah VOC itu adalah penjajah
atau bukan.
Penulis bisa menyimpulkan, bahwa orang Belanda memang benar sudah ada
selama 350 tahun lamanya (dari sebelum merdeka) di kepulauan Nusantara,
semenjak tahun 1596, empat kapal ekspedisi dipimpin oleh Cornelis de
Houtman berlayar menuju kepulauan Nusantara (Indonesia), dan merupakan
kontak pertama Indonesia dengan Belanda.
Penulis juga bisa menyimpulkan, bahwa VOC itu adalah perusahaan
dagang milik orang Belanda. VOC memang memiliki hak istimewa, tapi bukan
(seperti) negara, lebih jauh VOC bukanlah pemerintah Republik Belanda
ataupun pemerintah Kerajaan Belanda. Oleh karena itu, penulis dapat
menyimpulkan, bahwa : penjajahan negara Belanda sendiri di kepulauan
Nusantara baru dimulai dilakukan, kira-kira tahun 1816, tepatnya ketika
harta VOC yang telah diambil alih oleh Republik Batavia, yang telah
dikuasai oleh Inggris sebelumnya, dikembalikan ke United Kingdom of the
Nederlands. Nah hitung sendiri itu berapa tahun lamanya.
http://harunjaya33.wordpress.com