Oleh
:
TRI
ANUNG ANINDITA
Konsep
reinventing government pada dasarnya merupakan representasi dari
paradigma New Public Management. Di mana dalam New Public Management (NPM), negara dilihat
sebagai perusahaan jasa modern yang kadang-kadang bersaing dengan pihak swasta,
tapi di lain pihak dalam bidang-bidang tertentu memonopoli layanan jasa, namun
tetap dengan kewajiban memberikan layanan dan kualitas yang maksimal. Segala
hal yang tidak bermanfaat bagi masyarakat dianggap sebagai pemborosan dalam
paradigma NPM.
Apabila
diterjemahkan dalam bahasa Indonesia konsep ini berarti menginventarisasikan
lagi kegiatan pemerintah. Pada awalnya, gerakan reinventing government
diilhami oleh beban pembiayaan birokrasi yang besar, namun dengan kinerja
aparatur birokrasi yang rendah. Pressure dari publik sebagai pembayar
pajak mendesak pemerintah untuk mengefisiensikan anggarannya dan meningkatkan
kinerjanya. Pengoperasian fungsi pelayanan publik yang tidak dapat
diefisiensikan lagi dan telah membebani keuangan Negara diminta untuk
dikerjakan oleh sektor non-pemerintah. Dengan demikian, maka akan terjadi
proses pereduksian peran dan fungsi pemerintah yang semula memonopoli semua
bidang pelayanan publik, kini menjadi berbagi dengan pihak swasta, yang semula
merupakan “big government” ingin dijadikan “small government” yang efektif,
efisien, responsive, dan accountable terhadap kepentingan publik.
Ada kesepuluh prinsip reinventing
government yang pernah diungkapkan oleh Osborne dan Gaebler, yaitu :
- Pemerintahan Katalis: Mengarahkan ketimbang mengayuh. Hal ini dimaksudkan bahwa pemerintah diibaratkan sebuah perahu, peran pemerintah bisa sebagai pengemudi yang mengarahkan jalannya perahu atau sebagai pendayung yang mengayuh untuk membuat perahu bergerak.
- Pemerintahan milik masyarakat: Lebih baik memberikan kewenangan pada masyarakat untuk melayani sendiri dari pada pemerintah sendiri yang memberikan pelayanan.
- Pemerintahan yang kompetetif. Menyuntikkan Persaingan ke dalam pemberian pelayanan. Pelayanan yang dilakukan oleh birokrasi seolah-olah atau akan berkembang adanya persaingan, sehingga birokrasi dapat memberikan pelayanan yang baik.
- Pemerintah yang digerakkan oleh misi. Mengubah organisasi yang digerakkan oleh peraturan menjadi organisasi yang berorientasi pada kegiatan. Apa yang dilakukan oleh pemerintah sebaiknya berorientasi pada pelayanan. Aturan-aturan tidak kaku dan tidak mengganggu pada misi.
- Pemerintah yang berorientasi pada hasil. Pembiayaan pemerintah diharapkan mempunyai hasil (outcomes) dan tidak hanya berorientasi pada input atau output semata
- Pemerintah yang berorientasi pada pelanggan. Orientasi pelayanan pemerintah sebaiknya pada apa yang dibutuhkan oleh masyarakat dan bukan berorientasi pada birokrasi. Misalnya membuat prosedur pelayanan yang orientasinya pada birokrasi.
- Pemerintaha Wirausaha. Orientasi pada menghasilkan ketimbang membelanjakan, yang artinya pemerintah dapat menciptakan sumber-sumber pendapatan baru dan tidak hanya berorientasi pada bagaimana menghabiskan uang.
- Pemerintah antisipatif. Mencegah lebih baik dari pada mengobati. Membentuk pemerintah yang selalu berorientasi pada masa yang akan datang, pemecahan masalah tidak berjangka pendek.
- Pemerintahan desentralisasi. Birokrasi yang mempunyai kedekatan dengan masyarakat, mengurangi jalur birokrasi sehingga dapat mengurangi biaya tinggi.
- Pemerintahan yang berorientasi pada pasar. Melalukan perubahan melalui pasar, sehingga pemerintah tidak selalu memonopoli pelayanan yang diberikan atau mengurangi captive market
Penerapan secara tepat
prinsip-prinsip di atas yang apabila didasarkan atas kepentingan masyarakat,
Insya Allah dapat bermanfaat dalam mengefektifkan dan mengefisiensikan fungsi-fungsi
pelayanan dan kepemerintahan.
Sumber :
Tulisan Endang Wirjatmi
“Reinventing Government”
0 komentar:
Posting Komentar