Entah
ini karena kemajuan, atau memang kebablasan. Afrika Selatan sudah
menjadi negara demokratis, tapi juga negara bebas yang perkembangannya
menyerupai Amerika Serikat. Bahkan, soal hubungan seks pun cenderung
bebas sehingga timbul beberapa ekses sosial. Sebuah film remaja diputar
di SABC, televisi terbesar di Afsel, pada pukul 21.00 waktu setempat.
Intinya, sinetron itu berkisah tentang siswa-siswa high
school(setingkat SMA). Di Afsel hanya ada elementary school yang
terdiri dari kelas I sampai VII. Kemudian, sekolah dilanjutkan ke high
school dari kelas VIII sampai XII.
Dalam kisah itu, para siswa menyiapkan pesta kelulusan. Mereka akan
mengadakan pesta di rumah salah satu siswa yang besar dan luas. Namun,
sebelum pesta tiba-tiba ada tulisan-tulisan di sekolah yang mengejek
para siswa yang masih perjaka dan perawan. Seolah, hal sakral dan
terpuji itu justru dianggap aneh oleh orang Afsel, manakala mereka
sudah menginjak usia 18 tahun.
Lalu, terjadilah pesta kelulusan itu. Dan, siswi yang tadinya perawan
dan siswa yang tadinya perjaka berusaha melepasnya di malam itu. Di
lantai atas sudah tersedia beberapa kamar untuk melepas keperawanan dan
keperjakaan itu. Siswa yang menemukan pasangan atau pasangan lama bisa
bergantian memakai kamar untuk melakukan hubungan seks.
Menurut orang-orang Afsel, pesta itu selalu terjadi di bulan Juni atau
awal Juli, ketika datang masa kelulusan high school. Biasanya, pesta
dilakukan secara sembunyi-sembunyi atau dikemas seperti pesta kelulusan
biasa.
Tahun ini, banyak pesta sembunyi-sembunyi, baik secara berkelompok
maupun berdua dilakukan sebelum Piala Dunia 2010. Tentu, pesta melepas
keperawanan dan keperjakaan. Dengan demikian, mereka akan bisa
menikmati Piala Dunia 2010 dengan status “membanggakan” bagi pendapat
mereka.
“Ya, di sini ada tradisi seperti itu. Sepertinya pengaruh dari Amerika.
Biasanya sehabis kelulusan. Bagi yang masih menjaga norma, ini tentu
mengkhawatirkan,” kata Djaka Widyatmadja, staf KBRI di Pretoria, yang
sudah tinggal di Afsel selama 15 tahun.
Hal itu dibenarkan oleh Lesogo, seorang sukarelawan Piala Dunia yang
bermarkas di FIFA Fan Fest Inner Free Park, Johannesburg. Menurutnya,
di Afsel jika sudah berumur 18 tahun bebas menentukan pilihan dan
bertindak. Bahkan, mereka juga bebas berhubungan seks, atau memutuskan
menikah, karena sudah dianggap bisa bertanggung jawab dan mandiri.
“Terus terang, saya juga melakukan hal itu dan itu sudah lumrah. Tapi,
saya melakukannya setelah berumur 18 tahun. Di Afsel, berhubungan seks
dengan gadis di bawah 18 tahun merupakan pelanggaran hukum dan bisa
didakwa dengan pasal pemerkosaan yang hukumannya sangat berat,” kata
Lesogo.
Meski begitu, kasus hilangnya keperawanan di Afsel bisa terjadi saat
masih kecil di bawah 18 tahun. Ini berhubungan dengan keyakinan lokal.
Dan, praktik seperti ini masih sering terjadi. Bahkan, praktik ini
sempat ngetren karena ada isu bahwa AIDS bisa hilang jika berhubungan
seks dengan balita.
Sebagai catatan, kasus HIV/AIDS di Afsel masih tinggi. Bahkan, Afsel
termasuk negeri paling banyak pengidap AIDS-nya. Menurut catatan UNAIDS
pada 2007, jumlah penderita AIDS di Afsel mencapai 5.700.000 orang.
Artinya, Afsel menjadi negeri paling tinggi dalam hal jumlah penderita
AIDS.
Menyambut Piala Dunia tahun 2010 lalu, kabarnya pesta melepas
keperawanan dan keperjakaan cukup banyak. Memang dua hal itu tak ada
hubungannya. Namun, mereka ingin menikmati Piala Dunia bersama pacarnya
dan sudah dalam status sering berhubungan seks.
Yang pasti, hubungan antara pemuda dan pemudi di Afsel memang bebas.
Bahkan, tak jarang mereka mempertontonkan kemesraan, baik pelukan
maupun ciuman bibir, di depan umum tanpa rasa risih. Orang-orang di
sekitarnya pun juga cuek saja, seolah sudah menjadi pemandangan biasa.
sumber : http://terselubung.blogspot.com/2012/04/tradisi-melepas-keperawanan-di-afrika.html