KBC Blogger Bertuah Logo Blogger Indonesia

Implementasi Konsep Pemerintahan Katalis Di Indonesia


Seiring perkembangan pasar global yang momentumnya bersamaan dengan proses reformasi di Indonesia harus dihadapi dengan perubahan sikap profesional, untuk itu sikap profesional harus di miliki oleh semua pihak, terutama kalangan pemerintah, swasta, dan generasi muda. Bahkan jika dilihat setelah perjalanan 11 tahun reformasi, pembenahan yang sifatnya terus menerus (intensif) dan menyeluruh telah dilakukan oleh sejumlah instansi untuk menyesuaikan dengan kehendak masyarakat (publik).

Hal yang cukup banyak mendapat sorotan di antaranya adalah birokrasi. Masyarakat memandang birokrasi dan institusi pemerintah yang selama ini ada telah menjadi salah satu faktor penyebab terhadap terjadinya krisis yang melanda Indonesia. Anggapan dan penilaian masyarakat ini didukung oleh kenyataan yang secara faktual justru penyebab terbesar dari semua ini ; yaitu akibat praktik birokrasi dalam pemerintahan kita yang kental dengan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).

Besarnya kontribusi birokrasi sebagai salah satu organisasi yang paling dominan dalam pemerintahan, terutama di negara berkembang telah disinyalir oleh Max Weber (1994) dengan menyatakan bahwa organisasi birokrasi dengan segala kelebihan dan kemampuannya telah menjadi satu lembaga yang paling bertanggungjawab atas pengelolaan urusan negara dan pemerintahan. Bahkan Max Weber mengajukan konsep idealnya bahwa birokrasi dianggapnya sebagai suatu sistem yang paling efektif dan efisien dalam menjalankan sebuah negara, dan tidak mungkin terlibat KKN sebab birokrasi memang dirancang untuk menjunjung tinggi nilai-nilai profesionalisme, spesialisasi, produktivitas, kontrol yang ketat, serta pemerataan pelayanan yang berkeadilan (equity) bagi seluruh masyarakat tanpa kecuali. Sayangnya apa yang diidealkan oleh Weber itu dalam kasus birokrasi di Indonesia telah jauh panggang dari api. Birokrasi di Indonesia telah menunjukkan wajah yang sangat buruk kalau tidak bisa dikatakan telah berperan besar menyumbang terjadinya berbagai kasus KKN di Indonesia (kompas, 23 Juni 2008).

Terlepas dari permasalahan bangsa Indonesia, birokrasi di Amerika juga pernah mengalami hal serupa. Keadaan ini berlangsung cukup lama, sehingga kemudian muncullah keinginan untuk mengembalikan citra positif birokrasi yang sudah terkena stigma negatif seperti birokrasi yang berjalan lamban, penuh dengan KKN dan dianggap tidak mampu lagi bangkit menjadi pionir dalam struktur masyarakat modern. Usaha itu akhirnya berbuah pada terbitnya buku berjudul Reinventing Government : How Entreprenneurial Spirit is Transforming the Public Sector karya David Osborne dan Ted Gaebler terbit tahun 1992. Melalui buku tersebut mereka mencoba mengelaborasi berbagai upaya strategi dan pendekatan yang telah dilakukan sektor publik di Amerika Serikat dalam melakukan reformasi, restrukturisasi ataupun revitalisasi praktik penyelenggaraan pemerintahan negara, daerah (lokal) maupun badan usaha milik negara dalam beberapa waktu yang silam hingga dewasa ini.

Keduanya menyebut keseluruhan upaya tersebut sebagai tindakan “Penemuan Kembali Praktik Pemerintahan (Reinventing Government)”. Osborne dan Gaebler meyakini bahwa proses “penemuan” tersebut dilandasi oleh semangat kewirausahaan yang melekat dalam diri aparatur pemerintah yang mendorong mereka untuk melakukan berbagai upaya perbaikan dan perubahan yang mendasar dalam praktik dan perubahan mendasar dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan.

Dalam bukunya itu, mereka mengatakan bahwa ada sepuluh prinsip yang mendasari proses transformasi birokrasi. Antara lain :
1.      Pemerintahan katalitis (catalytic government),

2.      Pemerintahan milik rakyat (community owned government), 

3.      Pemerintahan yang kompetitif (competitive government),

4.      Pemerintahan yang digerakkan oleh misi (mission driven government),

5.      Pemerintahan berorientasi hasil (result oriented government),

6.      Pemerintahan yang berorientasi pelanggan (custumer driven government)

7.      Pemerintahan kewirausahaan (enterprising government),

8.      Pemerintahan antisipatif (anticipatory government),

9.      Pemerintahan desentralisasi (decentralization government),

10.      Pemerintahan yang berorientasi pasar (market oriented government).

Menurut Osborne dan Gaebler kesepuluh prinsip ini sangat penting untuk diimplementasikan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Anggapan bahwa suatu pemerintahan akan baik jika kesepuluh prinsip ini diterapkan dengan benar terbukti dengan suksesnya Amerika sebagai negara yang pertama menerapkan kesepuluh prinsip ini.

Kemudian mari kita lihat negara kita, Indonesia. Birokrasi dan institusi pemerintah lainnya semakin hari semakin buruk imej-nya. Hal ini akibat dari tidak becusnya para aparat pemerintah yang ada di dalamnya untuk menjalankan pemerintahan itu. Birokrasi yang sebenarnya merupakan penggerak dari pemerintahan malah makin digerogoti oleh unsure-unsur KKN yang diterapkan aparatnya.

Lantas bisakah prinsip pemerintahan katalis diterapkan di Indonesia ?
1.      Pemerintahan Katalis
Pemerintahan  katalis berarti memberi peran kepada pemerintah untuk menempatkan birokrasi lebih sebagai pengatur dan pengendali daripada sebagai pelaksana langsung suatu urusan dan pemberi layanan (steering rather than rowing). Secara implisit hal ini mengandung makna bahwa pemerintah lebih banyak memberikan peran dan tanggungjawabnya kepada swasta dan masyarakat dalam menyelenggarakan urusannya baik melalui privatisasi, lisensi, konsesi, kerjasama operasional dan sebagainya. Dalam hal ini, pihak swasta dan masyarakat diajak untuk memikul peran dan tanggungjawab, yang selama ini terkesan hanya ditanggung oleh pemerintah atau hanya tergantung pada pemerintah.


Disamping itu, jika urusan-urusan yang sebenarnya bisa diserahkan kepada organisasi swadaya masyarakat tetap dipegang / dilaksanakan oleh pemerintah, dikhawatirkan menimbulkan gejala “ketergantungan” masyarakat kepada pemerintah, dimana setiap permasalahan yang muncul, penyelesaiannya selalu dipasrahkan sepenuhnya kepada pemerintah, sehingga kreativitas dan semangat inovasi individu menjadi melemah.



Nah, sekarang mari kita lihat pemerintahan bangsa ini, sudahkah pemerintah Indonesia menjadi katalisator ? atau bahkan tidak sama sekali ?. Melihat fakta yang ada dalam perjalanan pemerintahan kita, terlihat bahwa hampir seluruh sendi kehidupan masyarakat dinaungi unsur politis yang mengakibatkan penguasa memiliki kewenangan terhadap kita. Pemerintah saat ini seperti ahli saja dalam mengatur dan melaksanakan, padahal dua hal ini sangat intens terhadap perkembangan bangsa. Menurut Drucker, organisasi yang berhasil memisahkan manajemen puncak dari operasi, akan memungkinkan manajemen puncak konsentrasi pada pengambilan keputusan dan pengarahan. Sedangkan operasi sebaiknya dijalankan oleh staf sendiri, masing-masing memiliki misi, sasaran, ruang lingkup dan tindakan serta otonomi sendiri. Jika tidak para manajer akan terkacaukan oleh tugas-tugas operasional dan tidak dapat menghasilkan keputusan dasar yang bersifat mengarahkan.



Sampai saat ini bisa dikatakan bahwa bangsa Indonesia kita ini belum memiliki pemerintah katalisator, yang membantu masyarakat dalam memperkuat infrastruktur warganya. Dengan cara ini pemerintah memberikan wewenang kepada masyarakat untk memecahkan setiap masalah sendiri. Dengan kata lain, pemerintah yang memfokuskan pada fungsi “pengarahan”, secara aktif 

akan membuat lebih banyak keputusan / kebijakan yang menggerakan lebih banyak lembaga sosial dam ekonomi, bahkan lebih banyak mengatur daripada merekrut lebih banyak pegawai negeri.



Untuk mempercepat terwujudnya pemerintahan katalis, upaya swastanisasi perlu dikembangkan, namun tetap harus diingat bahwa hanya aspek pelayanan saja yang dapat dikontrakkan ke sektor swasta, sedangkan kepemerintahan (government) tidak. Kita dapat menswastakan fungsi-fungsi pengarah yang terpisah, tetapi tidak keseluruhan proses kepemerintahan. Swasta dapat melakukan beberapa hal lebih baik dari pemerintah, begitu pula pemerintah dalam beberapa hal akan lebih baik daripada swasta.



Sektor pemerintah lebih baik dari swasta, misalnya, dalam hal-hal: manajemen kebijakan, regulasi, menjamin kepastian hukum dan keadilan, mencegah diskriminasi, serta menjamin kesinambungan dan stabilitas pelayanan. Sementara swasta biasanya lebih baik dalam menangani tugas-tugas ekonomi, inovasi, mengulangi pengalaman yang berhasil, mengadaptasi perubahan yang pesat, menghentikan kegiatan-kegiatan yang tidak berhasil dan usang, serta pelaksanaan yang bersifat teknis lainnya.



Dengan demikian, menyerahkan pelaksanaan layanan masyarakat ke tangan swasta, dapat lebih efektif, efisien, adil maupun bertanggungjawab. Tetapi jangan salah sangka terhadap ideologi besar untuk menswastakan pemerintah. Ketika pemerintah menjalin kontrak bisnis dengan swasta, berbagai kalangan sering salah sangka dan berbicara seenaknya seolah-olah pemerintah mengalihkan tanggungjawab negara yang fundamental ke swasta.






Referensi


Murtir Jeddawi, “Membangun Organisasi Birokrasi yang Katalis”.2008. (8 November 2011 : 14.30)



Tri Widodo W Utomo, Prinsip Reinventing Government 1”, Tulisan opini di dalam triwidodowutomo.blogspot.com/.2010. (8 November 2011 : 14.30)



Arulmtp, “Prinsip-prinsip Pemerintah Wirausaha”, Tulisan opini dalam arulmtp.wordpress.com/.2008. (8 November 2011 : 14.30)














1 komentar:

atenS mengatakan...

Indonesia gudangnya wacana, segala sesuatu yang sudah diterapkan di negara lain, disini masih jadi wacana, prototype. Kapan ya Indonesia tidak lagi jadi negara wacana? Baru saja Vietnam menyalip kita.

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Kunjungan

Rating for adieth12.blogspot.com
Recommended Post Slide Out For Blogger