Tulisan ini, adalah tulisan Al Magfirullah M. Natsir, ketika masih
hidup. Saya merasa ada manfaatnya tulisan tersebut dimuat dalam blog
ini untuk menjadi renungan bagi kita semua. Berikut saya muat seutuhnya
tulisan tersebut.
Seringkali orang bertanya :
“Bagaimana caranya Tuan hendak mengatur Negara dengan Islam itu? Apakah
Qur’an Tuan itu cukup untuk mengatur Negara dalam abad ke 20 ini, yang
bukan sedikit seluk beluknya, amat gecompliceerd dan sulit rumit?”
Kita
menjawab :”Memang, kalau kita buka Qur’an, kita tidak akan bertemu
didalamnya petunjuk-petunjuk untuk merancangkan Anggaran Belanja Negara,
tak ada didalamnya cara-cara untuk mengatur contingenteering,
tidak bersua didalamnya peraturan valuta dan aturan devisa dan
lain-lain semacam itu. Tidak pula akan berjumpa didalamnya cara-cara
mengatur lalu lintas ‘menurut Islam’, tak ada juga cara memasang antene
radio ‘menurut Qur’an’, tak ada peraturan evakuasi dan penjagaan
bahaya udara ‘menurut Sunnah’ serta 1001 macam lagi hal-hal yang
semacam itu, yang menjadikan suatu Negara modern jadi sulit-rumit, dan gecompliceerd itu.
Tidak!
Ini semua sudah tentu tidak ada, dan memang tidak perlu diatur dengan
Wahyu Ilahi yang bersifat kekal. Sebab semua ini adalah hal-hal yang
berkenaan dengan keduniaan, yang selalu bertukar dan beredar menurut tempat, zaman dan keadaan. Yang
diatur oleh Islam ialah dasar dan pokok-pokok mengatur masyarakat
manusia, yang tidak berubah-ubah kepentingan dan keperluannya selama
manusia masih bersifat manusia, baik ia manusia zaman onta ataupun
manusia zaman kapal terbang, atau manusia zaman kapal stratosfeer, dan lain-lainnya nanti.
Ditetapkan
oleh Islam untuk keselamatan masyarakat manusia, beberapa sifat yang
perlu ada pada seseorang yang akan dipilih menjadi Ketua atau Kepala
Negara. Dan diperingatkan pula orang-orang yang macam manakah, yang
kepadanya tidak boleh diserahkan kekuasaan dan urusan. Apakah bunyi
gelar atau titel yang harus diberikan kepada Kepala Negara itu,
sebagaimana telah kita katakan, tidak menjadi syarat yang terpenting.
Khalifah boleh, Amiril-Mukminin boleh, Presiden boleh, apa saja boleh,
asal sifat-sifat, hak dan kewajibannya adalah sebagaimana yang
dikehendaki oleh Islam.
Ditetapkan bahwa yang akan jadi kriteria
atau ukuran untuk melantik yang akan jadi Kepala itu, adalah Agamanya,
sifat dan tabiatnya, akhlak dan kecakapannya untuk memegang kekuasaan
yang diberikan kepadanya, jadi bukanlah bangsa dan keturunannya ataupun
semata-mata inteleknya saja.
Ditetapkan bahwa si Kepala itu
wajib bermusyawarah dengan orang-orang yang patut dan layak dibawanya
bermusyawarah dalam urusan yang mengenai umat, yakni dalam hal-hal yang
perlu dimusyawarahkan lebih dahulu. Tapi bukan dalam hal hukum-hukum
yang telah ada ketentuannya dalam Agama. Apakah permusyawarahan itu
dilakukan sebagaimana Sayidina Abu Bakar bermusyawarah dengan
Amir-Amirnya dipadang pasir dan dibawah pohon korma, ataukah diatur
dalam parlementer-stelsel seperti diabad ke 20 ini, ataukah akan
dipakai individual-kiesrecht ataukah organisch-kiesrecht,
tidak ditetapkan dalam agama Islam. Hal ini diserahkan dengan leluasa
kepada ijtihad kita sendiri, betapa yang cocok dengan jaman kita pula,
asal permusyawarahan atau syura itu ada berlaku!
Ditetapkan
beberapa hak dan kewajiban antara yang diperintah dengan yang
memerintah dalam garis-garis besarnya. Kewajiban, tanggung jawab, dan
cara-cara yang mesti dikerjakan bagi pihak yang berkuasa, dan kewajiban
mengikut, disamping hak mengoreksi dan kalau perlu mengingkari
kekuasaan, bagi yang diperintah, kalau kejadian yang memerintah salah
dan melanggar hak-hak menurut ajaran Islam.
Ditetapkan oleh Islam
bermacam aturan pembasmi bermacam-macam penyakit masyarakat yang
besar-besar, yang ada dari dahulu sampai sekarang dan akan ada selama
dunia terkembang, umpamanya yang berkenaan dengan minum alkohol, yang
bertukar bulu dari zaman ‘tuak’ ke zaman ‘wisky’, penyakit pencurian,
perjudian, kecabulan, yaitu penyakit-penyakit yang ada dalam masyarakat
Timur dan masyarakat Barat, dalam masyarakat onta dan masyarakat
keledai dan lebih-lebih lagi dalam masyarakat kapal udara dan televisi.
Ditetapkan
beberapa undang-undang yang mengatur kehidupan berumah tangga, rumah
tangga yang masing-masingnya menjadi anggota dari masyarakat yang lebih
besar, berupa peraturan perkawinan dan perceraian, peraturan warisan
dan orang-orang yang mewarisi.
Ditetapkan beberapa undang-undang
berkenaan dengan soal kemasyarakatan yang besar-besar, antara lain
yang berkenaan dengan memberantas kemiskinan dan kefakiran, yang
berkenaan dengan pembagian kekayaan umat, yakni pengaturan Zakat,
Fitrah dan Sedekah disamping larangan riba, untuk menjaga agar jangan
selamanya ada jurang yang amat dalam antara si kaya dan si miskin,
suatu hal yang dari abad ke abad, senantiasa mempengaruhi, bahkan boleh
dikatakan menjadi faktor yang terpenting, yang menentukan nasib
bermacam-macam umat.
Beberapa soal yang kita bawakan ini, kita kemukakan sebagai contoh :
Dengan
ringkas boleh kita simpulkan, bahwa hal-hal semacam inilah yang
ditetapkan oleh Agama Islam, aturan yang sederajat dengan inilah yang
kita dapati dalam undang-undang Islam, yakni garis besar dari
bermacam-macam peraturan yang mengenai kehidupan seseorang, dan yang
mengenai kehidupan bermasyarakat. Semua itu tidak akan berubah dan tidak
boleh berubah untuk keselamatan seorang dan kesentosaan masyarakat itu
sendiri, selama perseorangan dan masyarakat itu masih terdiri dari
manusia yang terjadi dari darah dan daging, dan selama manusia itu belum
menjadi malaikat.
Kita ingin bertanya kepada kaum Kemalisten
yang melemparkan undang-undang agama Islam jauh-jauh, dengan alasan
‘progress’ dan dengan perjuangan mereka yang bersifat to be or not to be
itu: ‘progress’ manakah yang akan terhalang, apabila pemabokan dan
kecabulan dibasmi dengan keras; kemajuan ekonomi manakah yang akan
seret, apabila lintah darat yang menghisap darah rakyat yang miskin itu
tidak diberi hidup; progress politik yang macam mana pulakah yang akan
terhalang apabila orang-orang yang akan duduk memegang kekuasaan itu
dimestikan berakhlak dan berbudi-pekerti yang baik; “to be” yang macam
mana pulakah yang tak akan tercapai apabila rumah-rumah tangga yang
bersusun menjadi negara diatur dengan menentukan hak dan kewajiban
berumahtangga dan hak waris-mewarisi sebagaimana yang ditentukan oleh
Islam itu?
Kita teruskan! Adapun urusan–urusan yang diluar
hal-hal yang telah ditetapkan Agama, semuanya boleh kita atur menurut
keadaan zaman, dengan cara-cara yang munasabah, dan tidak melanggar
hukum-hukum yang telah ditetapkan. Boleh diadakan peraturannya dengan
ijtihad dizaman kita sekarang, disusun dengan permusyawaratan antara
orang-orang ahli dalam masing-masing urusan, sebagai negara-negara lain
berbuat begitu. Dan bila sudah ada aturan dan sistem, yang dikehendaki
itu terdapat dilain-lain negara, kita orang Islam ada hak untuk
mencontoh dari negara itu selama tidak berlawanan atau bertentangan
dengan aturan-aturan yang diadakan Islam. Sebab tiap-tiap hasil
kebudayaan, bukanlah monopolinya suatu bangsa atau salah satu negara
saja, yang tidak berlawanan dengan Agama kita, dari Inggris, dari
Jepang, dari Rusia atau dari Finlandia umpamanya.
Negeri-negeri
yang bukan Islampun, juga menyusun peraturan kenegaraannya dengan tidak
kurang pula mencontoh dari undang-undang Negara lain yang telah ada
lebih dulu dan yang lebih tinggi kecerdasannya dalam soal-soal
kenegaraan. Undang-Undang Kehakiman Roma masih ada bekas-bekasnya dalam
negara-negara di Eropa, sampai sekarang kode-sipil dan kode Penal dari
Napoleon juga tak kurang diambil oper oleh bermacam-macam negara,
dengam perubahan-perubahan dimana perlu. Juga bagi kita kaum Muslimin,
dilapangan ini terbuka pintu ijtihad dan pintu musyawarah dengan luas
sekali.
Hanya, kita kaum Muslimin tidak boleh mengambil atau
menjiplak semua dengan begitu saja, dengan pejamkan mata, dan telan
mentah-mentah apa yang ada. Dalam ijtihad, atau ketika kita mengambil
contoh dari orang lain, atau dalam kita menyusun peraturan yang baru
itu, kita kaum Muslimin haruslah senantiasa memakai Wahyu Ilahi dan
Sunnah Rasul jadi ukuran dan kriteria, untuk menyaring manakah yang
boleh dipakai dan manakah yang harus disingkirkan.
Source : Catatan Edi Sarjani (Mahasiswa IP-UR) 2008
1 komentar:
slot online terbaik
agen slot dan togel
situs togel dan slot
togel singapore
slot online terpercaya
Posting Komentar