Terlebih bagi seorang pengemban dakwah, yang dia menyeru apa yang terkandung dalam Al Qur’an dan As Sunnah, mutlak adanya guru (musyrif) baginya. Guru adalah pemimpin kita dalam menuju kebaikan yang diseru Allah SWT. Layaknya pemimpin, beliau mempunyai hak-hak atas kita-sebagai muridnya :
1. Berprasangka baik padanya
2. Memberikan nasihat. Guru kita bukanlah nabi, yang terjaga dari dosa. Memungkinkan baginya melakukan kesalahan dan kekhilafan. Beliau berhak mendapatkan nasihat dengan cara yang makruf
3. menaatinya sepanjang bukan kemaksiatan kepada Allah SWT
4. memuliakan dan melindunginya meski tidak bersama beliau
5. menjaga rahasianya
6. menghilangkan kesusahan hatinya
7. mendoakannya
Sikap-sikap tersebut yang harusnya melekat pada seorang murid terhadap gurunya agar ilmu yang diperoleh manfaat fid dun-ya wal akherat. Namun tak jarang dijumpai, banyak murid yang lupa terhadap penjagaan sikap ini. Begitu waktu berjalan, sang guru sudah tak mengajarnya, sedangkan si murid hari ini telah menjadi guru pula bagi murid-muridnya. Lupalah dia akan guru yang telah memberinya ilmu, membimbing dan mengarahkannya dalam jalan kebaikan. Jangankan dia akan bantu anak gurunya. Saat gurunya pun tertimpa kesulitan, murid tak bergeming untuk membantunya. Jangankan menjaga rahasianya, justru murid yang pertama kali mengungkap aib sang guru. Jangankan mendoakannya, saat bertemu pun tak menyapanya. Na’audzubillahi min dzaalik..
Jazaakumullah khairan ahsanal yaa Ustadz, Ustdzah atas bimbingannya. Mungkin ada di antara Ust, Ustdzah tidak membaca tulisan ini, namun insya Allah doa bagi Bapak/Ibu semua tak akan lepas dari lisan ini. Ya Allah ampunilah dosa guru-guru hamba, angkatlah derajatnya, satukanlah kami dalam perjuangan menjaga agamaMu, menegakkan syariatMu dalam bingkai Khilafah meski kami tak bertemu, kumpulkan pula kami di jannahMu kelak . Amiin..
0 komentar:
Posting Komentar