Definisi korupsi (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere=busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) menurut Transparency International, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus/politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka. (Wikipedia Indonesia). Kalau dibuat dalam persamaan umum, fenomena korupsi dapat digambarkan sebagai berikut:
K = f( PI, P, H); ceteris paribus
K=Korupsi; PI=Perilaku individu; P=Peluang; H=Hukum
Korupsi setidak-tidaknya dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu perilaku individu, peluang, dan hukum. Perilaku individu
meliputi lemahnya iman, sifat rakus harta dan tahta, dan egoistis serta
dholim. Atau dengan kata lain lemahnya rasa takut, tidak takut dosa dan
tidak malu berbuat ingkar dan mungkar. Yang terbahaya adalah korupsi
sudah menjadi niatan. Faktor peluang berupa penerapan sistem
pengendalian, termasuk pada penanggungjawab suatu program, yang sangat
longgar, permisif, dan toleransi terhadap penyimpangan. Selain itu,
dapat berupa lemahnya transparansi dan akuntabilitas suatu kebijakan
rezim pemerintahan. Dari sisi hukum, meliputi lemahnya kesadaran
dan ketertiban hukum, dan ketidaktegasan penindakan serta keputusan
hukum. Justru korupsi dapat timbul menjamur bersumber dari penyimpangan
sisi hukum berupa pemerasan dan penyuapan. Bukan hal yang rahasia lagi
jika petugas hukum malah dapat menjadi pemain penting timbulnya korupsi.
Dari semua faktor di atas, saya percaya
faktor penyebab yang sangat utama mewabahnya korupsi adalah perilaku
manusianya. Sementara dua faktor utama lainnya hanyalah sebagai unsur
pendorong. Perilaku individu sangat terkait dengan proses dan output
pendidikan. Sistem pendidikan informal dalam keluarga dan masyarakat,
dan pendidikan formal dalam ruang kelas selama ini sangat kurang
menciptakan individu manusia yang memiliki kecerdasan emosional,
spiritual, dan sosial yang tinggi seperti jiwa beriman dan takut pada
adzab Tuhan yang pedih, bersih, jujur, berinisiatif, kerja keras dan
cerdas, kebersamaan, dan tanggungjawab. Selama ini institusi pendidikan
begitu mendambakan dan asyik berwacana dalam membentuk lulusan yang
cerdas intelektual. Padahal tidak sedikit korupsi dilakukan oleh mereka
yang berpendidikan tinggi.
Selain itu, peran pemimpin masyarakat
cenderung tidak signifikan dalam memberikan keteladanan berperilaku yang
baik. Bahkan sering sebaliknya, yakni membangun konsumerisme. Jadi Hari
Anti Korupsi hanya berhenti pada tindakan seremonial, kalau tidak
disertai proses penindakannya. Dan itu tidak akan mampu membentuk
masyarakat yang bersih korupsi kalau cuma dilakukan sehari. Apalagi
tanpa ada tindak lanjutnya. Dengan kata yang yang jauh lebih penting
adalah jangan hanya sebatas seremonial dan mengatakan tidak namun
semestinya sampai pada tindakan tegas tanpa pandang bulu. Untuk itu
perlu tiap hari dilakukan sosialisasi, internalisasi, dan tindakan
memerangi korupsi dengan nyata mulai dari di tingkat keluarga, sekolah,
tempat kerja, sampai nasional. Insya Allah. Adaptasi dari Sjafri
Mangkuprawira. 2007. Rona Wajah:Coretan seorang Dosen. Jilid II. IPB
Press.
sumber : http://ronawajah.wordpress.com/2011/09/14/mengapa-korupsi-2/
0 komentar:
Posting Komentar